BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Sasaran dan Sifat Bimbingan dan konseling.
Kata sasaran terdiri dari kata dasar sasar dan akhiran –an, menyasar artinya membidik atau menuju. Menyasarkan berarti mengarahkan atau menujukan. Sedangkan sasaran mempunyai beberapa arti yaitu bulan-bulanan (yang ditembak, dipanah, dibom dsb) dan sesuatu yang menjadi tujuan (yang dikritik, dimarahai dsb)[1]. Tapi yang dimaksud sasaran bimbingan dan konseling di sini adalah sesuatu yang menjadi arah tujuan bimbingan dan konseling.
Sedangkan sifat juga memiliki beberapa arti, antara lain :
1. rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda, misalnya : kalau menilik sifatnya, binatang ini sejenis serangga; tidak tentu sifatnya, kadang-kadang bulat, kadang-kadang lonjong.
2. peri keadaan yang menurut kodratnya ada pada sesuatu (orang, benda dsb); misalnya maha adil ialah salah satu sifat tuhan; begitulah sifat dunia ini.
3. tabiat; dasar watak; misalnya memang sifat asli bangsa Indonesia pencinta damai; tak ada sedikitpun sifat pejuang pada dirinya.
4. ciri; tanda; misalnya sifat perawakan anak yang hilang itu telah diberitahukan kepada polisi[2].
Dari beberapa arti sifat diatas, yang akan digunakan dalam bimbingan dan konseling adalah ciri atau tanda bimbingan dan konseling.
BAB II
SASARAN DAN SIFAT BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Sasaran Bimbingan dan Konseling.
Berbagai ahli bimbingan dan penyuluhan (konseling) sama pendapatnya tentang sasaran tugas BP, yaitu menghindarkan anak bimbing dari segala jenis hambatan belajar, baik bersifat psikologis, maupun fisiologis (rohaniyah maupun jasmaniyah) akibat tertimpa oleh penyakit atau disebabkan oleh gangguan dari faktor internal, seperti perasaan (emotional disturbance), tak dapat memusatkan perhatian (konsentrasi berpikir), ataupun karena pengaruh lingkungan hidup keluarga, masyarakat sekitar seperti pergaulan dan sebagainya.
Di samping itu tugas bimbingan dan konseling juga memberikan bantuanatau pelayanan kepada anak bombing yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor internal tersebut di atas dan faktor eksternal (dari luar) seperti faktor lingkungan sekitar dalam berbagai jenis atau bidang kehidupan, misalnya ekonomi, sosial dan kebudayaan dan lain-lain.
Berbagai contoh, anak yang baru saja pindah rumah mengikuti orang tuanya ke lingkungan masyarakat baru, seperti dari lingkungan masyarakat pedesaan ke masyarakat perkotaan, menyebabkan berbagai kesulitan anak untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar yang beraneka ragam bentuk dan rupa. Ia belum dapat menyesuaikan dengan teman-teman sebaya, ia juga belum terbiasa hidup dalam suasana pemukiman yang berdesak-desakan; juga tidak mudah untuk mendapatkan kedamaian hati dan konsentrasi belajar yang banyak diganggu oleh keramaian lalu lintas dan sebagainya.
Di samping itu faktor pengganggu perasaan lainnya, misalkan berupa berkurangnya perhatian orang tua terhadap dirinya akibat mereka terlalu sibuk mencari nafkah guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang lebih berat dari pada hidup di pedesaan; juga disebabkan oleh keanekaragaman teman sebaya yang harus ia jadikan teman sepergaulan yang jauh berbeda sikap dan perilakunya dari pada di daerah pedesaan yang serba monogen dan lebih sederhana sikap dan perilakunya, pakaiannya, makanannya, dan kendaraannya dan sebagainya.
Faktor-faktor tersebut di atas menjadi sumber penyebab dari tekanan perasaan anak bimbing yang memerlukan bantuan/pelayanan dari pembimbing dan konselor agar tidak berlarut-larut mempengaruhi sikap, perasaan anak bimbing tersebut, yang akan mengganggu konsentrasi belajar mereka.
Dalam kaitannya dengan tugas Bimbingan dan Konseling di sekolah dasar, Gilbert Wrenn seorang guru besar di Universitas Arizona , Amerika Serikat, berpendapat bahwa tugas lain yang penting dari seorang konselor (pembimbing) ialah memahami bahwa salah seorang dari sekian banyak orang yang dianggap penting oleh murid adalah konselor, guru dan orang tuanya. Hubungan antara ketiga tokoh ini harus tetap dipertahankan melalui kerja sama yang harmonis antara mereka. Tugas konselor yang paling penting adalah membantu orang tua anak bimbing dan guru agar mereka dapat memahami hal ihwal anak mereka, karena konselor lebih mengetahui tentang situasi dan kondisi hidup kejiwaan anak didik dari pada mereka sendiri.
Pada tingkat sekolah menengah atas, hubungan antara konselor dengan guru serta orang tua mereka lebih berarti dibanding konselor di perguruan tinggi, karena siswa (anak bimbing) di tingkat sekolah menengah atas masih kuat ketergantungan dengan orang tua dan gurunya.
Di tingkat SD, hubungan antara konselor, guru dan orang tua anak bimbing lebih penting dari pada hubungan siswa SLTA, karena anak SD masih kuat keterikatan perasaannya dengan orang tua dan guru mereka, dibanding dengan siswa SLTA.
Jika di sekolah menengah atas, seorang konselor yang bertugas sebagai ahli ilmu jiwa (meskipun bukan ahli psikologi dalam pengertian akademis) lebih bermanfaat bila menggunakan waktu antara 1/4 sampai 1/3 dari waktu bertugas membina hubungan dengan orang tua dan guru mereka. Di sekolah dasar, seorang konselor harus lebih banyak lagi porsi waktu tugasnya digunakan untuk berhubungan dengan orang tua dan guru mereka, sekurang-kurangnya separuh dari waktu tugas pokoknya.
Orang-orang tua mereka hendaknya dihargai dan didudukkan sebagai orang yang mampu menolong anaknya sendiri, jangan sekali-kali ditempatkan pada posisi pelengkap semata-mata.
Dalam kaitan dengan tugas konselor tersebut Komisi Bimbingan di Amerika Serikat menyarankan agar pembagian tugas bagi konselor di sekolah terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut :
1. memberikan konseling kepada murid.
2. melaksanakan konsultasi dengan para guru; dengan administrator; dengan orang tua mereka tentang bagaimana seharusnya ia berbuat terhadap anaknya.
3. mempelajari fakta-fakta populasi siswa yang mengalami perubahan dan menginterprestasikan tentang segala temuan yang didapati oleh pimpinan sekolah.
4. melakukan koordinasi sumber-sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan konseling di dalam sekolah atau di antara sekolah dengan masyarakat. Dari porsi waktu 2/3 sampai 3/4 tugas konselor baik di sekolah dasar, dan menengah harus digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas. Kegiatan yang dijadwalkan harus mencakup keseluruh tugas tersebut tanpa dikurangi untuk tugas regular seorang konselor.
Jelaslah tugas-tugas seorang konselor bersasaran luas tidak terbatas pada pemberian pelayanan kepada anak bimbing semata-mata, melainkan mencakup pula tugas konseling yang bersasaran pada penyadaran dan pengertian orang tua siswa dan guru sehingga keterjalinan hubungan antara dirinya selaku konselor dengan orang tua siswa dan guru serta sumber-sumber konseling lainnya, intra-sekolah dan ekstra sekolah dapat berjalan lancer.
Namun demikian tugas pokok seorang konselor pada umumnya adalah terletak pada kegiatan pelayanan terencana terhadap anak bimbing untuk memecahkan problema pribadinya yang menghambat kelancaran proses belajar mengajar di sekolah, baik karena pengaruh factor internal, maupun factor eksternal.
Jika dikaitkan dengan perubahan social yang serba cepat pada era ilmu dan teknologi modern saat ini dan yang akan datang, maka tugas Bimbingan dan Konseling amat besar peranannya. Oleh karena perubahan social tersebut berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan generasi muda yang sedang berada dalam proses perkembangan mental dan spiritual serta terhadap pertumbuhan jasmaniyah mereka.
Seperti kita saksikan sendiri bahwa dampak kemajuan ilmu dan teknologi saat ini di samping bersifat positif juga terdapat dampak-dampak negative yang dapat menghambat kemajuan belajar anak bimbing, karena watak dan kecenderungan psikologis mereka sangat peka terhadap dampak-dampak tersebut.
Oleh karena itu sasaran utama dari tugas konselor lebih ditekankan pada upaya memberikan motivasi dan persuasi (mendorong dan meyakinkan) kepada anak bimbing bahwa kehidupan masa mendatang sangat memerlukan kemampuan kreatifitas yang sebagian besar diperoleh dari hasil proses belajar mengajar mereka, di samping kemampuan bakat dan pembawaan yang positif yang harus dikembangkan sendiri oleh mereka.
Sikap dan perasaan anak bimbing harus dipertegas dalam menghadapi segala perubahan social di segala bidang kehidupan. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan social tersebut merupakan potensi psikologis yang dapat memperlancar proses pencapaian tujuan belajar mereka.
Bimbingan dan Konseling Agama yang bersasaran pada upaya meningkatkan kemampuan daya tangkal yang bersumber dari kemantapan iman dan takwa kepada tuhan saat ini dan yang akan dating benar-benar sangat diperlukan oleh karena semakin kompleks pula kehidupan jiwanya, terutama nafsu keinginan mereka semakin membesar yang semakin sulit untuk dikendalikan dengan kemampuan mental psikologis biasa, tanpa dilandasi nilai agama.[3]